Penerapan sistem ekonomi Syariah di Indonesia akan membantu meningkatkan ketahanan ekonomi bangsa ini terhadap krisis. ''Karena prinsip dasar dari sistem tersebut sangat sesuai dengan jiwa dari rekomendasi Asian Development Bank (ADB),'' kata pengamat ekonomi dari Masyarakat Ekonomi Syariah, Iwan P. Pontjowinoto pada seminar yang diselenggarakan Kelompok Studi Ekonomi Islam di Semarang, Ahad.
Ia memaparkan prinsip-prinsip dari konsep Syariah, mencakup kejelasan konsep pemilik dana, prinsip kehati-hatian dalam penempatan dana, valuta bukan komoditi, sistem penanganan ketidak-berhasilan usaha, dan lembaga keuangan adalah mudarib.
Ia menjelaskan apa yang dimaksud dengan kejelasan konsep pemilik dana, yakni pemilik dana harus menyadari bahwa setiap penempatan dana yang mengharapkan hasil pasti membawa risiko yang setara. Karena itu penempatan dana harus diklasifikasikan dalam penempatan simpanan, tabungan, dan investasi.
''Dalam hal simpanan, pemilik dana tidak memiliki resiko atas berkurangnya nilai dana, namun akibatnya hanya berhak atas hasil berupa 'hadiah' dari lembaga keuangan,'' katanya dihadapan ratusan peserta seminar yang memenuhi aula gedung Dharma Wanita Semarang.
Penempatan dana sebagai tabungan, katanya menjelaskan, dana dan hasilnya direncanakan akan ditarik kembali di masa mendatang untuk suatu tujuan tertentu. ''Oleh karena itu fasilitas penarikan dana sebelum waktunya harus dibatasi, dan pajak yang berkaitan dapat ditunda sampai saat penarikan hasil,'' katanya.
Menyinggung prinsip kehati-hatian dalam penempatan dana, ia menjelaskan, prinsip ini diterapkan sejak transaksi antara pemilik dana dan lembaga keuangan sampai transaksi dengan pemilik usaha yang akan memanfaatkan dana yang ditempatkan. ''Dalam hal ini tidak dibedakan pemilik dana yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri,'' katanya.
Prinsip lainnya dari konsep Syariah berkaitan dengan valuta, ia mengatakan, karena valuta bukan komoditi maka semua perjanjian penempatan dana harus dalam valuta yang sama dan harus sesuai dengan valuta dari manfaat yang diterima pihak usaha dari penempatan dana tersebut.
Dengan demikian, kata Iwan, distorsi akibat perubahan penawaran-permintaan di luar transaksi perdagangan antarnegara menjadi sangat minimal, sehingga keseimbangan nilai tukar lebih mudah dijaga. Soal sistem penanganan ketidak-berhasilan usaha, ia mengemukakan, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran, maka aspek ketidak-berhasilan usaha harus dipertimbangkan dalam setiap penempatan dana.
Oleh karena itu dalam aqad (perjanjian) penempatan dana harus secara spesifik dijabarkan kriteria ketidak-berhasilan usaha dan kesepakatan langkah-langkah yang akan diambil bila ketidak-berhasilan tersebut terjadi. ''Di sini tidak terbatas pada penjadwalan kembali dan pengurangan nilai,'' katanya menegaskan. Salah satu prinsip lainnya dari konsep Syariah, yakni lembaga keuangan adalah mudarib.
Oleh karena itu peran lembaga ini harus disesuaikan, sehingga rasio kecukupan modal hanya diperlukan untuk dana yang diterima dalam bentuk simpanan dan tabungan. Sedangkan dana yang diterima dalam bentuk investasi hanya diperlukan modal untuk menangani kegagalan akibat gross-negligence dari lembaga keuangan.
Demikian juga ketentuan dan pengawasan atas penerapan prinsip kehati-hatian menjadi lebih sederhana. ''Dan di lain pihak perangkat pengelola moneter melalui SBI dan SBPU tidak membawa beban yang berlebihan bagi Bank Sentral karena tingkat hasil (d/h bunga) akan ditentukan menurut kinerja portfolio yang menjadi 'undelying asset' dari SBI dan SBPU tersebut
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar